Synchronize Fest

Melihat iklan Synchronize Fest yang berseliweran di lini masa media sosial, akhirnya saya memutuskan ingin menghadirinya. Apalagi setelah mengecek line up artis dan band yang hadir, tambah menggiurkan. Sekitar dua minggu sebelum acara saya terus memikirkan konser ini, tapi membeli tiketnya tepat sehari sebelum acara. Saya janjian dengan teman saya bernama Puspa. Kebetulan saya melihat dia me-like Instagram Synchronize Fest, lalu saya pun mengajak dia pergi bersama.

Hari Jumat, 6 Oktober 2017 pun tiba. Saya sedang tugas kantor sampai ke Bekasi dan tiba dirumah pukul setengah lima jadi saya tidak bisa datang lebih awal. Setengah 6 saya sudah berada di stasiun kereta yang kebetulan tidak jauh dari tempat tinggal saya. Hari pertama Synchronize mulai pukul 3 sore, namun band yang tampil mulai setelah maghrib. Agak menyesal juga tidak datang lebih cepat karena ada live mural dan graffiti dari @garduhouse, Ahmad Muarif (@mad.fire), dan Djali. Oh iya, yang bikin saya nyesal tidak lihat live painting itu karena ada Marishka Soekarna, saya adalah salah satu fansnya.

Setelah pusing mencari gerbang masuk, akhirnya kami tiba dengan selamat di acara. Kami langsung menuju panggung yang menampilkan The Sigit. Sayangnya, kami hanya sebentar menyaksikannya. Setelah rehat sejenak, kami melanjutkan untuk mengambil tempat di depan panggung yang menampilkan Navicula, band psychedelic dari Bali. Band ini cukup terkenal karena lirik-liriknya yang sarat isu sosial dan lingkungan. Saya cuma pernah nonton Roby Navicula sendiri. Kebetulan dia pernah main di MIWF jadi otomatis saya nonton. Gitarisnya juga pernah saya nonton karena dia juga vokalis band Dialog Dini Hari. Ini baru pertama kali saya menonton Navicula komplit. AND IT WAS COOL!
Setelah mendengar band grunge, kami berbalik menonton band yang lebih ramah telinga, Mocca. Band ini juga salah satu favorit saya dan cukup banyak lagunya yang saya hapal. Siapa sih yang tidak bahagia nonton konser dengan lagu yang sering didengar? Terakhir saya menonton Mocca sekitar tahun 2015 sebelum ini. Nah, setelah Mocca, kami bergeser ke panggung utama yang menampilkan Barasuara. Band yang cukup menggegerkan belantara musik Indonesia. Lagunya memang sudah terlalu sering dibawakan tiap konser tapi entah kenapa, aksi panggung mereka selalu saja keren.

Setelah menonton Barasuara, saya berpisah dengan Puspa karena saya ingin sekali menonton Morfem. Band yang kedengarannya noise rock ini telah menarik perhatian saya, lupa sejak kapan. Awalnya saya hanya membaca ulasan tentang band ini di internet, akhirnya saya dengarkan beberapa dan tertarik. Semacam mendengar Iggy Pop, tsah! Hahaha. Sejak itu, saya penasaran sekali ingin menonton, meskipun saya tidak terlalu hapal lagu-lagunya.

Di Synchronize, beberapa band memang memiliki jadwal manggung yang sama. Total ada lima panggung yang berdiri, Dynamic Stage sebagai panggung utama dan paling besar kemudian Lake Stage, kedua terbesar. Panggung yang lebih kecil ada dua, Forest Stage dan District Stage. Semua ada diruang terbuka kecuali yang terakhir dengan ukuran paling kecil yaitu Gigs Stage, berada dalam ruangan full AC agak remang-remang, penuh doodle di dinding serta tulisan dengan cat fosfor. Setelah saya lihat di Instagram, ternyata masing-masing panggung ini melambangkan tema event. Dynamic Stage mengambil tema kedinamisan sebuah pergerakan, Lake Stage melambangkan keintiman event sekaligus berada dekat dengan danau. Forest Stage dinamakan karena berada di areal yang banyak pepohonan, sedangkan District Stage menjadi representasi kehidupan di dalam kota-kota urban, dimana musik menjadi salah satu elemen penting. Gigs Stage seperti yang saya ceritakan di atas, berada di dalam ruangan yang agak kecil karena ternyata panggung ini sengaja didesain menyerupai café dan pub yang kecil dan sempit, dimana kebanyakan band dan artis memulai karir dari tempat-tempat seperti itu.

Setelah menonton Morfem, saya janjian nonton lagi dipanggung yang sama dengan Puspa, kami ingin menonton Efek Rumah Kaca, walaupun agak telat jadi saya hanya bisa menonton dari belakang. Sang vokalis, Cholil, tidak bisa hadir malam itu karena tidak sempat pulang ke Indonesia tetapi mereka menampilkan video permintaan maafnya. Jadi ERK dibantu oleh sejumlah artis yang juga nampil tepat hari itu seperti Iga Massardi ‘Barasuara’, Roby ‘Navicula’, Arina ‘Mocca’, dimana Ade ‘Sore’ menjadi vokalis pengganti utama. Asyiknya karena lirik lagu ditampilkan di layar saat dimainkan hingga semua orang bisa ikut menyanyi. Band ini menjadi penutup hari pertama saya di Synchronize Fest. Saya hanya sempat menonton D’essential Groove dari kejauhan. Tipe X juga tak sempat saya nonton.

Di hari kedua, kami menunggu kereta terlalu lama! Padahal saya mau buru nonton Feast. Awalnya saya penasaran dengan band ini karena salah satu judul lagunya “Sectumsempra”. Yakin sekali ini terinspirasi dari Harry Potter yang juga sangat saya gemari. Hahaha. Well, toss deh buat Feast! Sayang sekali saya tidak sempat nonton kalian. Akhirnya saya cuma dapat dua lagu terakhir Adhitya Sofyan. Beruntungnya adalah saya masih sempat mendengar dia menyanyikan lagu berjudul “Gaze” which is my most favorite song from him gara-gara nonton serial Sore, iklan Tropicana Slim. Hahaha.
Sebenarnya yang bikin kesal selama Synchronize Fest adalah kamu tidak bisa menonton semua band yang nampil. Apalagi kalau beberapa band favoritmu main di jadwal yang sama, alhasil kita cuma bisa bagi-bagi waktu dan tentu saja, lari kesana kemari. Walaupun tidak sempat nonton Feast, saya bahagia bisa nonton Float dan Indische Party setelahnya. Indische Party adalah salah satu band yang paling saya tunggu-tunggu. Berasa nonton The Last Shadow Puppet. Hahaha, iya, maunya nonton Alex Turner deh! I just love their music. Oh ya, waktu pertama lihat poster band ini, saya kiranya si cewek itu penyanyinya, ternyata drummernya! Keren.

Setelah euphoria berlebihan, saya menengok sebentar ke Iksan Skuter. Penasaran, soalnya teman saya Puspa selalu memutar lagunya di snapgram. Lagu-lagu Iksan memang banyak mengangkat isu lingkungan dengan genre folk. Dia main di Gigs Stage jadi terpaksa saya harus jinjit-jinjit melihat penampilannya. Sehabis Iksan Skuter, saya dan Puspa memutuskan untuk jajan. Lumayan banyak jajanan di venue, mungkin itu sebabnya dilarang membawa makanan atau minuman dari luar. Juga ada banyak store baju dan musik. Saya pun kalap membeli 3 CD. Hahaha.

Setelah break maghrib, saya sudah ambil posisi menonton Scaller dan Puspa menonton Ebiet G. Ade. Ini adalah band alternative rock andalan yang saya tunggu-tunggu. Apalagi mereka menampilkan lagu-lagu favorit saya. FYI, si vokalis dan gitarisnya akan segera menikah. Setelah itu, saya juga sempat melipir menonton Under The Big Bright Yellow Sun. Ini adalah kali pertama saya menonton dan mendengar band ini. Saya langsung ingat Toe, band post rock yang saya suka juga (Semuanya mi ko suka, Weny!!!). Dalam hati saya mengumpat,” Where have you been, Wen?! Kok baru dengar band ini?! Ish.”

Saya lalu kabur lagi menunggu penampilan Deadsquad. Kemudian Synchronize heboh karena ada Jokowi datang menonton, dia langsung dikerubuti orang-orang untuk berfoto. Saya tidak mau meninggalkan posisi nyaman menonton, Jokowi bisa nantilah ketemu lagi. (Sok) hahaha. Saya lalu menonton Melancholic Bitch. Band yang juga saya garis bawahi wajib nonton. Nice shot, dude! Kemudian, saya bertemu dengan Puspa setelah pisah nonton beberapa band dan kami ambil tempat untuk nonton The Adams bagian depan panggung. Astaga, band ini sudah dua kali main di Makassar dan saya selalu tidak ada. Maka dari itu, saya bahagia sekali bisa nonton band ini. Awalnya karena ada Ale, anggota band White Shoes and The Couples Company favorit saya sepanjang masa sejak dahulu kala, tapi akhirnya keenakan juga dengar musiknya. Apalagi namanya The Adams. Saya selalu mengasosiasikan diri dengan Wednesday Adams dari film The Adams Family yang memiliki dark personality seperti saya. (Pret!) Hahaha. Aneh-aneh juga alasan saya dengar musik tapi intinya band The Adams love banget lah. Sayangnya saya sempat mendengar kesalahan nada dari keyboardist-nya.

Saya sempat menengok Elephant Kind karena belum pernah dengar musiknya tapi hanya sebentar, saya kurang tertarik. Hehe. Band penutup yang saya nonton di hari kedua adalah Burgerkill. Waah kapan ya saya terakhir nonton band ini, sudah lama sekali. Kadang saya ragu-ragu kalau mau nonton band dengan genre seperti ini karena takut di senggol anak-anak muda yang terlalu menikmati lagu. Kaki dan pinggang saya mulai sakit sampai di rumah. Lelah dan bahagia bercampur. Lalu ada kejadian lucu juga karena Puspa cerita kalau dia melihat seorang perempuan jatuh karena pakai heels setinggi 7cm. Epic fail nonton konser pake heels. Hahaha. Sepertinya newbie.

Di hari ketiga, tepat pukul 1 siang saya keluar dari pintu rumah menuju Gambir Expo Kemayoran, tempat berlangsungnya Synchronize Fest. Saya naik kereta dari Stasiun Duren Kalibata dan turun di Stasiun Sawah Besar lalu lanjut naik Grab menuju lokasi. Saya ingin menonton yang pertama nampil hari itu, Mondo Gascaro. Akhirnya setelah selalu mendengarkan musiknya, saya bisa menontonnya langsung. Saya lupa sejak kapan tepatnya saya nge-fans. Saya jatuh cinta pada musiknya. Dia sebelumnya adalah anggota band dari Sore yang juga favorit saya, kemudian keluar dan memutuskan solo karir. Mondo Gascaro juga adalah seorang penulis lagu dan produser. Keren pokoknya.

Setelah itu saya juga menengok sebentar ke Sisitipsi. Saya baru mendengar band ini dan lumayan bagus. Saya sedang menunggu penampilan Danilla yang juga sangat saya impikan. Saya suka sekali mendengarkan lagu-lagu Danilla di pagi hari yang sepi. Lagunya bernuansa suram tapi saya suka. Sayang sekali Danilla tampil di panggung District Stage, tempat ini agak sempit untuk penonton Danilla yang membludak. Saya saja harus jinjit-jinjit menonton Danilla. Dia memang aslinya cantik seperti yang saya baca di ulasan-ulasan tentangnya. Hehe.

Menjelang maghrib, saya bergeser menonton Kahitna. Band legendaris yang juga sulit dilupakan penggemarnya. Tapi saya hanya menonton dari belakang karena saya mengikuti kakak-kakak senior dari Makassar yang juga menetap di Jakarta. Mereka tiba di acara tepat saat Kahitna nampil di panggung. Akhirnya kami menonton bersama sepanjang malam itu, dan saya harus merelakan tidak berlarian menonton beberapa band. Lagi pula malam itu saya terus-terusan mengeluh dengan kaki dan pinggang yang sakit. Ya ampun, apa saya sudah terlalu tua menonton konser terlalu lama? Hahaha.

Penampilan Endah dan Rhesa tak kami lewatkan. Pasangan yang mengagumkan ini memang tidak pernah gagal menghibur penontonnya. Selalu suka dengan aksi panggung mereka, meskipun saya jarang mendengarkan lagu-lagu mereka. Lalu saya berlari sebentar menonton The Trees and The Wild, saya sedikit penasaran dengan band ini. Akhirnya kakak-kakak mengajak kami nonton Payung Teduh, band yang belakangan ini naik daun. Semua orang seperti tahu lagunya dan ikut menyanyi. Dynamic Stage begitu padat penonton. Saya menandai bahwa belakangan Payung Teduh juga menambah warna dalam lagu-lagu di konsernya. Si vokalis sendiri bercerita bahwa mereka tidak lama lagi merilis album baru yang menambah kesan jazz dan rock dalam lagu-lagunya.

Sebegitu seringnya saya mengeluhkan kaki dan pinggang yang sakit, saya kebanyakan duduk di belakang. Sempat menonton Koil sebentar. It has been too long since the last time I watched this rock band. Nah yang paling saya tandai di sini, penontonnya banyak yang agak tua. Wajar, mengingat Koil adalah band rock tahun 90-an. Lalu saya berlari sebentar ke Silampukau dan kabur lagi menonton Naif. Penonton Naif adalah penonton paling atraktif selama tiga hari saya ada di Synchronize Fest. Saya bahkan puas berjoget ria selama menonton Naif. Thanks Naif for taking us back to the past and memories.

Atas permintaan Kak Halik, salah satu senior yang saya temani menonton, kami melipir ke Base Jam Reunion. Kami semua duduk kelelahan di bagian belakang tapi Kak Halik menikmati nostalgia bersama Base Jam di depan. Have fun, Kak. Hahaha. Setelah menonton Base Jam, kami langsung mengambil tempat lagi didepan Dynamic Stage menunggu penampilan Slank, namun saya sempat kabur menonton Seringai bersama Puspa. Ini juga salah satu band andalan yang paling saya tunggu-tunggu penampilannya. Lebih suka daripada Burgerkill. Hahaha.


Saya juga sempat menonton Stars & Rabbit beberapa menit. Sayangnya saya tidak sempat menonton Kelompok Penerbang Roket gara-gara temani kakak-kakak heboh. Jadinya hanya nonton Slank dari belakang. Perkiraan saya, penonton Slank juga akan ramai seperti Naif tapi kenyataannya tidak. Entah kenapa, padahal Slank adalah band legenda yang tak habis penggemar. Beberapa menit setelah Slank mulai, di panggung sebelah, Lake Stage, juga mulai penampilan Glenn Fredly. Orang-orang berbondong-bondong pindah panggung. Sempat juga Glenn berhenti bermain karena dikalahkan oleh suara penonton menyanyikan lagu Slank. Glenn malah memandu penontonnya ikut menyanyikan lagu Slank sejenak. Glenn menjadi favorit sekaligus menjadi artis penutup hari trakhir Synchronize Fest. Senang sekali sempat menonton kolaborasi Glenn Fredly dan Mondo Gascaro malam itu. Hari terakhir adalah hari yang paling ramai pengunjung diantara tiga hari acara musik keren ini. Saya pulang dengan kaki dan pinggang yang sakit sampai dua hari berikutnya tapi bahagianya masih tetap tinggal sampai hari saya menulis ini. Thanks, Synchronize!

Share this:

ABOUT THE AUTHOR

Hello We are OddThemes, Our name came from the fact that we are UNIQUE. We specialize in designing premium looking fully customizable highly responsive blogger templates. We at OddThemes do carry a philosophy that: Nothing Is Impossible

0 komentar: