Kamis, 09 Juli 2015

Bebas Hambatan VS Penuh Hambatan

Berawal dari saya diterima bekerja di PT. Bosowa Duta Energasindo. Letak perusahaan ini di Jalan Ir. Sutami, Kompleks Pergudangan Lantebung, tepatnya disamping jalan tol Makassar. Hampir setiap hari saya mengeluh soal banyaknya badai rintangan menuju tempat kerja. Saya harus  berangkat pagi-pagi sekali jika tidak ingin terlambat, belum lagi dengan jalanan jelek yang harus saya lewati. Maklum, saya hanya mampu membeli sepeda motor. Tetapi, selama musim hujan saya harus menumpang di mobil teman karena jalanan yang sering saya gunakan itu macet parah dan banjir. Menggunakan mobil terasa lebih mudah dan cepat karena melewati jalan bebas hambatan. Ahh, seandainya saya memiliki foto jalan samping tol saat banjir, agak ngeri juga. Bisa memakan waktu hampir tiga jam untuk lepas dari jalan Ir. Soetami ini jika sedang musim hujan. Bagi saya yang di awal bekerja jarang menggunakan sepeda motor agak takut melewati jalan ini karena harus melaju bersama kendaraan-kendaraan berat seperti truk atau eskavator. Sering terjadi kecelakaan karena jalanan yang rusak menyebabkan kendaraan yang berat jatuh kesamping. Sekarang sudah terbiasa dengan keadaan itu.





Akses angkutan kota cukup sulit di jalan ini. Sebenarnya ada trayek angkutan kota yang melewati jalan ini yaitu angkutan kota berkode G, namun harus menunggu cukup lama karena jumlah angkotnya sedikit. Kadang harus menunggu setengah sampai satu jam lamanya. Akhirnya, hampir semua pegawai yang bekerja di sekitar jalan Ir. Soetami ini harus menggunakan kendaraan pribadi jika tidak ingin terlambat berangkat kerja.  Kendaraan pun membludak di pagi hari kerja dan sore saat pulang. Sebenarnya, jika tidak padat kita bisa menempuh jalan ini selama kurang lebih dua puluh menit namun dibeberapa titik jalan ini mengalami kemacetan parah. Perjalanan yang ditempuh menjadi selama kurang lebih 40 menit karena jalan yang rusak.

Dibeberapa tempat hanya bisa dijangkau oleh kendaraan roda dua, sehingga roda empat mau tidak mau harus melewati jalan tol sebelum memasuki jalan Ir. Soetami. Angkot pun harus melewati satu gerbang pembayaran tol saat keluar dari jalan ini tetapi mendapat kompensasi tidak membayar tarif tol. Dibagian jalan ini, tepatnya di jembatan yang dilewati tol, jalanan begitu sempit hingga hanya bisa dilewati oleh satu motor. Disinilah puncak kemacetan yang paling menggerahkan bagi pengguna sepeda motor. Belum lagi terowongan tol yang sedikit sehingga sering terjadi pelanggaran oleh pengguna sepeda motor. Hal itu menambah kemacetan lalu lintas.

Terlihat beberapa pengguna sepeda motor melanggar arah jalan.

 
Puncak kemacetan lalu lintas di jembatan



Sudah banyak keluhan warga yang masuk di Kementrian PU mengenai jalan samping tol ini. Namun, sampai saat ini kurang sekali tindakan nyata dari pemerintah menanggulangi jalanan yang rusak. Banyak pula warga yang mengeluhkan hal ini pada pihak pengelola tol  yaitu Bosowa Bina Marga dan PT. JTSE. Pada saat pembuatan frontage road, jalan Ir. Soetami memang menjadi tanggungan PT JTSE. Tetapi sejak tahun 2009, Kementrian PU telah menyatakan jalan ini sebagai jalan nasional. Terkait dengan perbaikannya, masih dipertanyakan apakah jalan ini menjadi tanggung jawab pemerintah kota atau pemerintah provinsi. Hal itu menyebabkan jalan ini begitu terlantar dalam jangka waktu yang cukup lama. PT. JTSE pun berusaha meminimalisir kerusakan dengan melakukan penimbunan di beberapa titik yang rusak. Jalanan ini mudah rusak karena sistem drainase yang buruk, air menggenang dan menumpuk ketika musim hujan melanda. Padahal, kendaraan berat lalu lalang sekitar jalan ini membuat jalan semakin mudah rusak.

Beberapa waktu yang lalu, saya menemukan berita bahwa pemerintah akhirnya berencana memperbaiki jalan Ir. Soetami[1]. Dari berita tersebut, diketahui bahwa Pemkot Makassar dan PT. JTSE telah bersepakat segera menyelesaikan proyek pengerjaan jalan ini. Sekitar bulan Juni, saya melihat mulai ada pergerakan perbaikan di sekitar jembatan jalan tol. Semoga saja perbaikan jalan ini segera diselesaikan.

Saya pun agak risih sebenarnya dengan tarif tol yang selangit. Apalagi tarif tol Makassar baru-baru saja naik pada bulan Juni lalu. Agak kasihan melihat supir-supir truk harus membayar tarif tol yang mahal padahal mereka juga harus memikirkan biaya makan dan rokok. Tentu saja mereka lebih memilih lewat di samping tol yang tidak berbayar, serusak apapun jalannya yang penting masih bisa jalan. Tapi, selama bulan Ramadhan pengelola tol memberikan diskon sehingga tarif tol turun hingga Rp. 1.500.
Mari berdoa agar infrastruktur kota Makassar akan segera membaik.





[1] http://www.kabarmakassar.com/metro/jtse-janji-segera-perbaiki-jalan-samping-tol-sutami.html

4 komentar:

  1. Jalan disana bisa dibilang sudah kurang layak untuk dilalui, seharusnya pemerintah membuat kebijakan tentang kendaraan berat yang melintas di jam tertentu supaya aksesbilitas lebih mudah

    BalasHapus
  2. iya sih, Kak. Tapi mereka kan memang lewat situ karena di jalan poros yang ramai sudah ada aturan tentang waktu tertentu untuk kendaraan berat melintas. :(

    BalasHapus
  3. Selesai tapi belum selesai...kata daeng Ipul. Betul juga :) salam kenal ya.

    BalasHapus
  4. Selesai tapi belum selesai...kata daeng Ipul. Betul juga :) salam kenal ya.

    BalasHapus